Tentara FDR memberondong dari balik jendela. Meski begitu tak semua orang meninggal dalam tragedi tersebut, ada satu orang yang berlindung di bawah jendela dan luput dari berondongan peluru.
‘’Roqib namanya (pria yang selamat),dia masih kerabat Kyai Soelaiman karena berlindung,’’ ungkapnya
Kyai Soelaiman bersama sekitar 200 orang lainnya tidak dibunuh di lokasi itu, namun mereka dimasukkan dalam satu gerbong Kertapati. Mereka dibawa ke Desa Soco, kecamatan Bendo.
‘’Kyai Soelaiman bersama 200 orang lainnya, dikubur hidup-hidup dan dihujani bebatuan dan batu kapur. Namun, kyai ini tidak langsung meninggaldunia,’’ ungkapnya.
Hal itu terungkap dari keterangan warga Desa Soco yang mendengar suara dzikir “Laa ilaaha illallah” bergema berulang-ulang. Namun, mereka tidak tahu di mana asal suara dzikir itu berasal. Suara itu berlangsung selama beberapa hari.
Keluarga besar pesantren di Mojopurno lantas berduka, hal itu karena Kyai Soelaiman Zuhdi belum kembali dari undangan palsu itu dan keberadannya tidak diketahui. Hal itu tak lepas dari lokasi pembunuhan ratusan orang itu dirahasiakan oleh PKI. Masyarakat dan para santri sudah mencari ke bebarapa lokasi namun tak membuahkan hasil.
Namun seratus hari berselang dari hilangnya Kyai Soelaiman Zuhdi akhirnya para santri mendapat petunjuk jikaKyai Zuhdi dihabisi di salah satu sumur di Desa Soco, Bendo, Magetan. Hingga membuat mayoritas masyarakat Magetan geram dan sedih atas peristiwa itu.
Dalam buku tersebut, Soemarsono Willis, salah seorang seorang bocah yang kehilangan ayahnya tak dapat menahan amarah hingga dia memukul anggota FDR yang berhasil ditangap warga dan menunjukkan lokasi sumur Soco.