Kedua, technical skill, Galih mengingatkan agar jurnalis mencari informasi terkait detil lokasi penugasan. Hal itu bisa dijadikan rujukan dalam menentukan perbekalan yang harus dibawa, mulai dari teknik bertahan hidup di alam, obat-obatan dan lainnya.
‘’ Berkaitan dengan kemana kita ditugaskan, bagaimana cara bertahan hidup di alam mendirikan tenda, masak di alam bebas, dan lain sebagainya, jangan sampai ke lokasi bencana hanya bermodal nekat saja,’’ tegasnya
Ketiga Environmental skill, jurnalis harus melakukan observasi di lokasi yang akan ditugaskan. Observasi dapat dilakukan secara online dengan browsing. Hal itu berkaitan dengan persiapan jurnalis untuk menyiapkan peralatan ke lokasi penugasan.
‘’Kita harus tahu lokasi kegiatannya di mana, Coban Rondo misalnya administrasi di mana? Ketinggian berapa? Suhunya?, baru nanti persiapan,’’ paparnya
Fundamental terakhir yakni Human Skill, jurnalis yang ditugaskan ke lapangan setidaknya harus mengetahui kebiasaan dari warga sekitar, bahasa yang digunakan warga sekitar serta adat istiadatnya.
‘’Human skill itu pendekatan kemanusiaan, orang sekarang cenderung high tech, tapi lupa dengan high touch atau sentuhannya,’’ tegasnya.
Galih menegaskan bahwa melakukan liputan di lokasi bencana itu mempunyai resiko tinggi, karena itu harus meminimalisir resiko dengan persiapan yang matang dan menghindari mengundang bahaya dengan kecerobohan diri dan tidak bersikap sombong.
‘’Kita harus sadar dulu berkegiatan di alam bebas mengandung bahaya, bahaya dari alam lokasi kejadian, (sub objective danger), kedua bahaya yang ditimbulkan diri kita sendiri (subjective danger), kita harus tahu betul kondisi alam jangan salah kostum,’’ tegasnya