Polwan di Mojokerto yang Bakar Suami Alami Baby Blues atau Depresi Postpartum? Begini Penjelasan Psikolog

11 Juni 2024, 12:35 WIB
Perbedaan sindrom baby blues dan postpartum depression yang terjadi usai melahirkan /

PortalMagetan.com –  Polwan di Mojokerto yang diduga membakar Briptu Rian Dwi Wicaksono suaminya diduga mengalami Postpartum Depression atau depresi postpartum. Namun ada juga yang menduga jika Briptu FN mengalami sindrom baby blues pasca melahirkan anak kembar.

Namun apakah sama antara sindrom baby blues dan depresi postpartum? Psikolog klinis dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Nuran Abdat, M. Psi, menjelaskan kondisi depresi sindrom baby blues dan postpartum depression yang terjadi pada ibu pasca melahirkan adalah dua jenis masalah mental yang berbeda.

Nuran menjelaskan bahwa ibu hamil rentan mengalami depresi setelah melahirkan karena wanita memiliki risiko tiga kali lebih besar mengalami depresi daripada laki-laki.

Baca Juga: Kasus Polwan Bakar Suami, Kesejahteraan Polri Sudah Memadai? Begini Kata Pengamat ISESS Bambang Ruminto

“Perempuan itu memiliki resiko tiga kali lebih besar untuk mengalami resiko depresi dibandingkan laki-laki,” ujar Nuran.

Sindrom baby blues adalah gangguan emosi yang umumnya muncul pada dua sampai tiga hari pasca melahirkan, namun ada juga yang mengalami gejala ini hingga 2 minggu setelah melahirkan.


Gejala yang muncul saat mengalami sindrom baby blues antara lain perubahan emosi secara signifikan, rasa sedih, mudah lupa, mudah tersinggung dan stres, kerap menangis, kualitas tidur berkurang, dan merasa cemas karena khawatir tidak bisa merawat bayi dengan baik.

Psikolog yang juga berpraktik di RS UMMI Bogor itu menyebutkan bahwa sekitar 80 persen ibu hamil dan melahirkan mengalami sindrom baby blues sehingga kondisi tersebut umum terjadi. Namun, sindrom baby blues dapat menjadi pemicu dari kondisi depresi yang lebih berat yaitu depresi postpartum.

“Sekitar 80 persen wanita hamil dan melahirkan itu ternyata justru menghadapi kondisi baby blues yang lebih banyak akan tetapi baby blues ini ternyata adalah cikal bakal atau kemungkinan-kemungkinan seseorang dapat menghadapi postpartum depression,” kata Nuran.

Baca Juga: Imbau Masyarakat Selektif Pilih Bus Pariwisata, Korlantas Polri: Sehingga Bisa Terjamin Keselamatan-Keamanan

Kata dia, kondisi depresi postpartum terjadi pada dua minggu sampai satu bulan setelah melahirkan dengan gejala yang berlangsung lebih lama hingga satu tahun.

Dari segi faktor penyebab, sindrom baby blues disebabkan oleh perubahan fisiologis yang dialami setelah melahirkan dan intensitasnya dipengaruhi oleh faktor psikologis.

Sementara depresi postpartum lebih banyak dipengaruhi oleh faktor psikososial seperti stres berlebih yang dikombinasikan dengan perubahan hormon dan berbagai kesulitan yang dialami dalam kehidupan.

Dampak psikologis akibat depresi postpartum juga lebih berat di antaranya perasaan sedih dan putus asa yang berlebihan, cenderung merasa tidak berguna dan tidak mampu menjadi ibu yang baik.


Pengidap depresi postpartum juga mengalami kesulitan membangun ikatan dengan bayi, cemas berlebihan, pola makan tidak berkualitas, tidak memiliki ketertarikan untuk beraktivitas, hingga keinginan untuk bunuh diri atau membunuh bayinya.

Baca Juga: Imbau Masyarakat Selektif Pilih Bus Pariwisata, Korlantas Polri: Sehingga Bisa Terjamin Keselamatan-Keamanan

Oleh karena itu kondisi depresi postpartum lebih berbahaya karena tidak hanya memberikan dampak buruk kepada ibu, tetapi juga terhadap bayi, keluarga, dan orang-orang terdekat lainnya.

“Gejala-gejala ini tentunya dapat mengancam bukan hanya kepada ibu, ternyata ini akan berdampak terhadap hubungan si ibu sendiri dengan suaminya, anak, ibu mertua, teman-teman, dan siapapun,” kata Nuran.***

 

Editor: Moh Eko Suprayitno

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler