PortalMagetan.com – Magetan menjadi daerah pertama di Jawa Timur yang menjadi sasaran Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk dikuasai pada tragedi Pemberontakan Muso 1948.
Alasan menguasai Magetan karena daerahnya dinilai strategis di eks karesidenan Madiun hingga harus direbut lebih dulu dibandingkan Kota Madiun. Geografis dan suhu udaranya menjadi faktor utamanya.
Untuk memuluskan rencana itu, kekerasan hingga pembunuhan yang tak berperi kemanusiaan dilancarkan untuk merebut Magetan bahkan menjadikan Magetan lautan Api lantaran membumihanguskan sebuah kampung di tengah kota Magetan.
‘’Masyarakat awalnya tahu adanya tragedi perampokan,’’ kata Kusman, sesepuh di Magetan yang juga anggota Tim Sejarah Peristiwa 1948 dalam buku Banjir Darah para Kyai, Santri dan Penjaga NKRI.
Kusman menuturkan rumah-rumah di Kauman dan sekitarnya menjadi sasaran aksi perampokan, termasuk rumah keluarganya, dan rumah saudagar kaya raya di Magetan.
‘’ Rumah paman juga menjadi sasaran perampokan, sebelum terjadi aksi-aksi PKI yang dikenal dengan Madiun Affair,’’ ungkapnya
Perampokan yang terjadi di lingkungan Kauman, Magetan kata Kusman terjadi sebelum September 1948. Namun, upaya teror yang meresahkan masyarakat itu berlanjut dengan menjadikan Kampung Kauman Magetan menjadi lautan api, lantaran PKI membakar rumah-rumah warga di Kampung Kauman.
‘’ Yang dibakar oleh para PKI itu, diantaranya ada rumah milik Haji Ibrahim. Haji Ibrahim pada masa itu dikenal sebagai pedagang kaya di Magetan,’’ tegasnya
Upaya pembakaran rumah-rumah warga hanya permulaan sebelum mewujudkan Magetan menjadi lautan Api. Namun upaya untuk menghapuskan kampung Kauman didahului dengan aksi pembunuhan yang menyasar TNI, Polri, Pejabat Daerah, Kyai dan para santri.
‘’Tidak lama setelah aksi perampokan dan pembakaran rumah,’’ ungkapnya
Kampung Kauman Magetan terus menjadi objek sasaran dalam menciptakan kegaduhan, kekerasan hingga pengrusakan. Pada 19 Sepember 1948, ribuan PKI yang mengepung Pemkab Magetan dan memasuki Kauman.
‘’Mereka (PKI) berteriak-teriak meminta sarung dan bahan makanan dengan alasan untuk makan orang-orang yang menghadapi serbuan Belanda,’’ paparnya
Besonya 20 September 1948 pagi, warga Kauman dikejutkan dengan kedatangan sebuah truk berisi orang-orang PKI baik laki-laki dan perempuan. Seorang perempuan tiba-tiba berteriak dengan lantang kepada seluruh penduduk Kauman.
‘’Dia mengatakan bahwa salah seorang anggota PKI telah mati terbunuh di Kampung Kauman,’’ ungkap Kusman
Diakui memang di atas truk terdapat mayat yang ditutup kain dan hanya terlihat kakinya. Namun siapa pelaku pembunuhan dan siapa identitas orang yang dibunuh tersebut masih menjadi tanda tanya. Tapi, perempuan PKI itu menghendaki agar penduduk Kauman menyerahkan pembunuhnya. Warga Kauman yang memang merasa tidak pernah membunuh siapa pun, tidak ada yang mengaku.
‘’Rombongan itu pun pergi sambil meneriakkan ancaman bahwa mereka akan membumihanguskan Kampung Kauman,’’ tegasnya
Rupanya upaya mencari pembunuh itu bagian dari siasat licik PKI untuk menjebak lawan-lawan yang akan menghalangi pemberontakan mereka. Hingga pada 24 September 1948 kampung Kauman Magetan benar-benar menjadi lautan Api
‘’Rumah-rumah dibakar sehingga semua penghuni keluar dari persembunyian mereka. Ada 72 rumah terbakar,’’ tegasnya
Tak hanya membakar rumah, semua penduduk kauman yang laki-laki disandera dan dibawa ke Maospati setelah tangan mereka ditelikung dan diikat dengan tali bambu.
‘’ Sebanyak 149 laki-laki digiring ke Maospati. Dari Maospati seluruh tawanan dimasukkan ke dalam gudang rokok kemudian diangkut dengan lori milik pabrik gula ke Kawasan Glodok,’’ tegasnya.
Parto Mandojo salah seorang saksi hidup menuturkan dari Glodok ratusan sandera itu dipindahkan lagi ke Geneng dan Keniten dan berhasil diselamatkan tentara Siliwangi.
“Dari Glodok kami dipindah lagi ke Geneng dan Keniten. Namun sebelum disembelih, kami berhasil diselamatkan oleh serbuan tentara Siliwangi,” tegasnya
Pembakaran Kampung Kauman itu pada dasarnya merupakan aksi PKI untuk menghancurkan pengaruh agama Islam di tengah masyarakat. Kejadian serupa juga menimpa Pesantren PSM Takeran sebelumnya juga telah dibakar. Pesantren Burikan pun tak luput dari serbuan PKI.
Para tokoh pesantren Burikan seperti Kyai Kenang, Kyai Malik, dan Muljono dibantai di Batokan. Korban lain dari kalangan ulama yang dibantai PKI adalah keluarga Pesantren Kebonsari, Madiun. Praktis, setelah peristiwa itu meletus, pesantren-pesantren sudah benar-benar kehilangan pimpinan. ***