PortalMagetan.com-Kehilangan barang atau harta benda karena dicuri orang atau kemalingan pasti diliputi rasa kecewa.
Jangankan kemalingan barang mewah, saat kehilangan sendal atau barang simpel lainnya pasti diliputi rasa gundah gulana.
Banyak yang beranggapan jika kemalingan dikaitkan dengan kurangnya amal atau sedekah.
Lantas bagaimana sikap kita jika kemalingan atau kehilangan barang milik kita yang kita sukai?
Gus Baha dalam sebuha ceramah menceritakan pengalaman pribadinya terkait kehilangan karena kemalingan di rumahnya.
Dilansir dari PortalMagetan.com dari Malang Terkini pada artikel berjudul ‘'Sikap Gus Baha Ketika Kemalingan: Menjadi Orang Alim Itu Repot, Harus Menutupi Aibnya Orang Lain,’’ yang ditayangkan pada 17 Januari 2022, simak ulasannya
Gus Baha mengatakan bahwa menjadi orang alim itu serba repot. Karena orang alim punya pegangan hadis Rasulullah. Misalnya hadis berikut:
المسلم أخو المسلم، لا يظلمه, ولا يسلمه, ومن كان في حاجة أخيه كان الله في حاجته، ومن فرج عن مسلم كربة فرج الله عنه بها كربة من كرب يوم القيامة، ومن ستر مسلماً، ستره الله يوم القيامة
Artinya: “Orang muslim itu bersaudara. Tidak boleh menzalimi dan tidak boleh menyerahkan saudaranya (kepada orang yang ingin mencelakakannya). Barangsiapa memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah akan penuhi kebutuhannya. Barangsiapa membantu kesulitan orang muslim maka Allah akan hilangkan kesusahannya di hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi aib orang muslim maka Allah akan menutupi aibnya.”
Gus Baha mengakui bahwa beliau merasa repot ketika melihat orang berbuat keji. Misalnya melihat maling.
Mengingat, orang alim itu suka pencurinya tidak tertangkap. Sebab dengan demikian berarti menutup aibnya orang muslim sebagaimana hadis di atas.
Istri Gus Baha samapi berkomentar, “Gus, masak Anda bisa kemalingan? Masak gak bisa mukasyafah untuk mengetahui siapa malingnya?”
“Kamu gak tau rasanya jadi orang alim. Aku itu bisa mukasyafah. Tapi etika orang alim, siapa menutup aib orang lain, maka Allah akan menutup aibnya sendiri,” jawab Gus Baha.
“Bahkan andaikan aku tahu pelakunya pun, aku akan pura-pura gak tahu. Eh malah kamu nyuruh aku tahu,” lanjut Gus Baha menanggapi istrinya.
Jadi, sebagai orang alim Gus Baha tidak mau mencari-cari aib kesalahan orang lain meskipun orang itu memang benar-benar salah.
Namun sikap seperti ini, menurut Gus Baha, tidak boleh diterapkan oleh pihak kepolisian. Karena kalau polisi menjadikan hadis ini sebagai pegangan, tentu kejahatan akan semakin merajalela.
“Andaikan polisi berpegangan pada hadis ‘menutup aib orang lain akan ditutup aibnya oleh Allah’, ya mana ada maling yang tertangkap?” jelas Gus Baha.
Karenanya, kata Gus Baha, polisi tidak boleh jadi kyai. Sebaliknya, kyai tidak boleh jadi polisi. Sebab bisa jadi masalah.
“Makanya kadang jadi orang alim itu dites beneran sama Allah. Makanya jangan jadi orang alim. Berat. Itu kehendak Allah,” kata Gus Baha.
Kesimpulannya, menyikapi maling atau orang yang melakukan perbuatan keji ya harus disesuaikan dengan statusnya sebagai apa. Jika menjadi orang alim atau orang saleh maka sebaiknya menutupi aib mereka.
Namun jika jadi polisi maka harus melakukan tugasnya dengan melakukan penindakan dan pengungkapan kasus pencurian.***(Achmad Hudaifi/Malang Terkini)